Diberdayakan oleh Blogger.

tugas aplikasi komputernya prof. pur, latihan buat tinjauan pustaka.

>> Selasa, 21 September 2010

Karakteristik Ekosistem Mangrove 
Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut, tumbuhan yang hidup di antara laut dan daratan (Saparinto, 2007). Seperti ekosistem estuaria, hutan mangrove merupakan ekosistem pesisir, yang mempunyai produktivitas hayati yang tinggi (Supriharyono, 2000). Tingginya produktivitas hayati ini, oleh manusia dimanfaatkan untuk usaha budidaya perikanan. Di samping itu, selain dimanfaatkan oelh manusia, sebenarnya banyak makhluk hidup yang menggantungkan hidupnya di wilayah hutan mangrove. Menurut Supriharyono (2000), tingginya bahan organik di perairan hutan mangrove, memungkinkan sebagai tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground) dan pembesaran atau mencari makan (feeding ground) dari beberapa ikan atau hewan-hewan air tertentu. Sehingga di dalam hutan mangrove terdapat sejumlah besar hewan-hewan air, seperti kepiting, moluska dan invertebrata lainnya, yang hidupnya menetap di kawasan hutan mangrove.
Di Kota Semarang, hutan mangrove dapat ditemukan di Kecamatan Semarang Barat dan Kecamatan Tugu, dengan masing-masing luasannya adalah 2,22 ha dan 7,74 ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, 2009). Data ini merupakan data hutan mangrove yang telah mengalami degradasi akibat adanya peruntukan lain, seperti tambak dan pemanfaatan kayu pohon mangrove untuk pembuatan arang dan bahan bangunan.

Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Pengelolaan ekosistem mangrove perlu dilakukan agar ekosistem mangrove dapat terjaga keberadaannya (Saparinto, 2007). Kerusakan akibat pengelolaan yang salah akan berdampak buruk pada ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan bagian dari ekosistem wilayah pesisir. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Tata Ruang, wilayah pesisir dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona preservasi, zona konservasi dan zona pemanfaatan.
Zona preservasi adalah suatu daerah yang memiliki ekosistem unik, boita endemik, atau proses-proses penunjang kehidupan dari biota perairan. Kecuali kegiatan pendidikan dan penelitian ilmiah, dalam zona ini tidak diperbolehkan adanya kegiatan manusia (pembangunan). Zona konservasi adalah daerah yang diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan (pemanfaatan) secara terbatas dan terkendali. Misalnya kawasan hutan amngrove untuk kegiatan wisata alam (ecotourism). Sementara zona pemanfaatan yaitu daerah yang memang diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan dalam tingkat lebih intensif, seperti industri, tambak, pariwisata komersial, pelabuhann dan pemukiman (Saparinto, 2007).

Ekowisata Hutan Mangrove
Ekowisata atau wisata ekologi (ecotourism) merupakan perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat (Ekowisata Indonesia, internet). Kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan penduduk setempat. Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan.
Sedangkan pengertian Ekowisata Berbasis Komunitas (community-based ecotourism) merupakan usaha ekowisata yang dimiliki, dikelola dan diawasi oleh masyarakat setempat. Masyarakat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan ekowisata dari mulai perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Hasil kegiatan ekowisata sebanyak mungkin dinikmati oleh masyarakat setempat. Jadi dalam hal ini masyarakat memiliki wewenang yang memadai untuk mengendalikan kegiatan ekowisata.
Kegiatan wisata yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata. Pihak yang berperan penting dalam ekowisata bukan hanya wisatawan tetapi juga pelaku wisata lain (tour operator) yang memfasilitasi wisatawan untuk menunjukkan tanggungjawab tersebut (Damanik dan Weber, 2006).


Damanik, J dan H.F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Andi
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah. 2009. Executive Summary: Kajian Penangangan Garis Pantai di Pantura Jawa Tengah. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah. Semarang, Indonesia
Ekowisata Indonesia. 31/07/2010 21:41. Definisi Ekowisata. http://www.ekowisata.info/index.html
Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Semarang: Effhar dan Dahara Prize
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Read more...

TUGAS DISKUSI FILSAFAT ILMU DAN METODOLOGI PENELITIAN LINGKUNGAN Prof. Dr. Sudharto P. Hadi, MES

1.     URAIKAN IMPLIKASI PENDEKATAN PLATO DAN ARISTOTELES DALAM PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

Berawal dari cikal bakal menuntut ilmu yang dipolakan oleh Plato di Taman Akademos, Athena dan Aristoteles di Gelanggang olahraga dekat Puri Dewa Lyceus. Menurut Plato, ilmu diperoleh dengan dialog, membahas suatu topik (symposium), yang kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan. Plato merupakan pelopor pendekatan deduktif. Diskusi à Kesimpulan.

Sedangkan menurut Aristoteles, ilmu diperoleh dengan mengamati dan melakukan klasifikasi berbagai gejala alam. Aristoteles merupakan pelopor pendekatan induktif. Observasi à Kesimpulan.

Dilatar belakangi dua pendekatan ini, implikasinya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan adalah bahwa pendekatan deduksi maupun induksi dapat merumuskan suatu ilmu pengetahuan murni, yang kemudian dikembangkan menjadi banyak ilmu-ilmu terapan. Sebagai contoh, teori gravitasi yang dapat dikembangkan menjadi dasar untuk pengembangan ilmu penerbangan, misalnya.

2.     ASPEK ONTOLOGI : URAIKAN BIDANG TELAAH ILMU SAUDARA, BAGAIMANA KAITANNYA DENGAN ILMU-ILMU LAIN

Dari aspek ontologi, yang merupakan salah satu dari ciri-ciri ilmu, Perikanan sebenarnya adalah suatu ilmu terapan atau gabungan dari suatu kumpulan ilmu –ilmu dasar, seperti ilmu alam, ilmu sosial dan ilmu budaya. Ilmu Perikanan sendiri bertumpu pada landasan ontologi, yang mengkaji realitas di alam yang dapat diuji oleh panca indra (seperti dilihat, dihirup, dipegang, didengar, dirasa), dimana kejadian ini kemudian ditelaah, sehingga muncul pengetahuan-pengetahuan baru.

Misalnya sebaran tumbuhan mangrove kecil (dilihat). Kemudian oleh dasar ilmu alam dicari aspek penyebabnya.  Misalnya, adanya suhu air dan salinitas tanah yang tinggi, sehingga mempengaruhi pertumbuhan pohon mangrove.

Adanya dasar ini, kemudian muncul suatu pengetahuan-pengetahuan baru mengenai pohon mangrove. Ternyata pohon mangrove jika terdapat pada salinitas yang ekstrem pertumbuhannya kurang baik. Begitu juga dengan suhu air yang tinggi, yang mempengaruhi kehidupan tumbuhan mangrove. Faktor-faktor kimia-fisika inilah yang merupakan ilmu alam dasar yang dapat menciptakan ilmu-ilmu turunan/terapan baru di bidang Perikanan.
  
3.     ASPEK AKSIOLOGI : BAGAIMANA IMPLIKASI DUA PANDANGAN YANG BERBEDA TENTANG NILAI SEBUAH ILMU

Menurut landasan/aspek aksiologi, terdapat dua cara pandang yang berbeda mengenai nilai sebuah ilmu. Pertama dari Descartes, kedua dari Francis Bacon. Menurut Descartes, ilmu adalah ilmu, diperuntukkan untuk pengembangan ilmu itu sendiri. Sedangkan Francis Bacon beranggapan bahwa ilmu yang diperoleh harus diterapkan untuk kemaslahatan manusia.

Dari dua cara pandang yang berbeda mengenai implikasi nilai sebuah ilmu, maka tumbuh suatu ego, dimana berpikir (yang dilakukan manusia) menjadi sesuatu yang penting. Sehingga ilmu menjadi suatu tujuan untuk dapat digunakan/diterapkan dalam kehidupan manusia saja. Tanpa berpikir bahwa manusia merupakan salah satu unsur dari lingkungannya.

Read more...

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP